Minggu, 16 September 2007

Beasiswa oh.. Beasiswa...

Di zaman sekarang, "pasti tidak akan ada yang menolak bila tanpa sebab diberi uang banyak".
Di zaman sekarang, "pasti tidak akan ada yang akan menolak segala sesuatu yang gratisan".
Dan di zaman sekarang, tidak bakalan ada yang menolak beasiswa!!!

Tapi gimana kalau yang dikasih dan dijanji-janjiin tidak datang-datang, padahal sudah berharap-harap akan datang????

Mungkin ceritanya tidak jauh berbeda dengan Beasiswa yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Sarolangun.

Pada tahun anggaran 2007 ini, Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Sarolangun telah menganggarkan sejumlah dana yang diperuntukkan bagi putra daerah untuk melanjutkan sekolah di perguruan tinggi dalam bentuk beasiswa/bantuan dana pendidikan pada jenjang S1, S2 dan S3. Melalui proposal yang diajukan dari dalam dan luar Kabupaten Sarolangun, maka pemerintah daerah memberikan bantuan yang disesuaikan dengan besarnya dana yang dianggarkan.

Pada dasarnya, program ini merupakan gebrakan "terbaik" yang pernah dilakukan oleh Pemda Kabupaten Sarolangun dan bahkan satu-satunya di Propinsi Jambi (terbuka untuk umum). Pemda Propinsi Jambi pun belum berani memberikan bantuan pendidikan secara terbuka dan luas seperti yang dilakukan oleh Pemda Kabupaten Sarolangun. Suatu program yang sangat berani dan prospektif di masa depan.

Namun apa lacur, program yang semestinya dapat meringankan mahasiswa (baik dari kalangan pegawai Pemda Kabupaten Sarolangun ataupun umum) malah menjadi beban yang memberatkan (terutama para penerima bantuan S1). Pengorbanan dan pengeluaran, baik secara materil maupun immateril, yang tidak sedikit ternyata harus sia-sia akibat belum jelasnya status pengucuran dana yang telah disetujui oleh Bupati Sarolangun.
Hingga penghujung tahun 2007, mahasiswa yang telah disetujui untuk memperoleh bantuan dana pendidikan sejak Bulan Februari, hampir sebagian besar belum menerima satu sen pun. Padahal apabila dicermati, mahasiswa yang bersangkutan telah diwajibkan membayar biaya pendidikan (SPP) sebanyak 2 kali pada tahun 2007 ini, yaitu pada Bulan Februari dan Agustus/September.

Sebenarnya apa yang terjadi???
What's happen?? There is something wrong???

Dari informasi yang banyak berkembang dikalangan umum ataupun pegawai pemda sendiri, penyebab dari kusut dan carut marutnya pencairan dana bantuan pendidikan ini sangat bervariasi sehingga perlu diinventarisir lebih lanjut. Beberapa penyebabnya antara lain :

1). Terjadinya trade-off visi antara Bupati Sarolangun dengan Pejabat di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) tentang Program Beasiswa Pemda Kabupaten Sarolangun. Hal ini diakibatkan adanya interpretasi yang berbeda dikalangan pejabat BKD terhadap ide dan keberadaan program beasiswa yang merupakan program utama Bupati Sarolangun dalam Pilkada tahun 2006 lalu, sehingga sulit menjabarkan poin-poin utama dan urgen yang semestinya dimunculkan dalam penyusunan dan pengembangan cetak biru (blue print) sistem pemberian beasiswa. Walaupun sebenarnya referensi tentang sistem yang dijadikan acuan dapat diperoleh dari pihak lain, misalnya dari Departemen Dalam Negeri RI yang pernah menawarkan kesempatan beasiswa bagi PNS dari Pemda Kabupaten Sarolangun dengan sistem yang sangat jelas dan terinci. Atau dapat juga mengacu dari sistem beasiswa yang berasal dari BAPPENAS.

2). Sistem yang tidak jelas dan transparan.
Apabila dicermati lebih lanjut, ternyata tidak ditemui adanya sistem yang transparan dan jelas terutama sehubungan dengan pembayaran dana bantuan pendidikan yang telah disetujui pencairannya. Pejabat di BKD belum mampu menterjemahkan dan menjabarkan program dalam bentuk yang lebih jelas dan sistematis, seperti syarat-syarat penerima beasiswa, besarnya dana yang diperoleh(beasiswa yang diterima oleh mahasiswa yang melanjutkan pendidikan di luar negeri tentu berbeda dengan dalam negeri), batas waktu pencairan dan lain-lain.

3). Evaluasi dan pengendalian program tidak dijalankan secara efisien.
Setiap kegiatan semestinya harus dilakukan kontrol dan evaluasi untuk menilai kinerja, sehingga dapat dilakukan perbaikan di masa depan. Menurut Hunger dan Wheelen (1996) dalam bukunya Strategic Management, menyatakan bahwa Evaluasi dan pengendalian merupakan proses yang melaluinya aktivitas-aktivitas dan hasil kinerja dimonitor dan kinerja sesungguhnya dibandingkan dengan kinerja yang diinginkan. Elemen ini juga dapat menunjukkan secara tepat kelemahan-kelemahan dalam implementasi strategi sebelumnya dan mendorong proses keseluruhan untuk dimulai kembali.
Akibat belum terincinya sistem dari program beasiswa/bantuan pendidikan ini, tentu saja BKD akan menghadapi kesulitan dalam mengevaluasi kinerja karena parameter dan ukuran yang akan dievaluasi masih samar-samar, sehingga sangat dikhawatirkan keberlangsungan program ini di masa mendatang.

So, what should they do??

Orang bijak berkata bahwa "Tak ada gading yang tak retak" ; "No bodies perpect"!!!

Kini, hal pertama kali yang harus dilakukan adalah koordinasi dan mengkaji ulang sistem pemberian beasiswa/bantuan pendidikan yang melibatkan pihak-pihak berkompeten sehingga dapat melahirkan kembali (reborn) program beasiswa yang lebih fleksible dan benar-benar jatuh kepada orang-orang yang layak untuk dibantu, yang memberikan sumbangsih kepada daerah setelah selesai masa pendidikan demi kemajuan masyarakat Kabupaten Sarolangun.

Program beasiswa harus menjadi program yang hidup dan berkembang demi generasi muda Kabupaten Sarolangun yang mandiri dan berperadaban.

Selasa, 11 September 2007

English in Sarolangun ; Yes or No (Part 2)




Kendala dari dalam diri sendiri dalam bentuk lain adalah selalu mempertimbangkan perasaan dan pikiran orang lain. Misalnya, timbulnya rasa malu untuk berbicara dalam bahasa asing karena akan disangka orang lain sebagai tindakan yang arogan dan sombong. Budaya malu pada prinsipnya merupakan identitas masyarakat Indonesia pada umumnya. Hal tersebut akan sangat positif nilainya apabila dapat ditempatkan pada posisi dan situasi yang tepat pula. Misalnya malu karena mencuri atau malu karena berbohong. Namun pada kenyataannya apabila dicermati lebih lanjut, budaya malu tersebut teraplikasi hanya pada sisi tertentu. Sehingga pada akhirnya berpengaruh terhadap kepribadian yang cenderung tertutup.

Bertolak dari hal tersebut, malu berbahasa dengan bahasa yang berbeda ternyata memberikan dampak yang cenderung merugikan. Stigma "Apa kata orang" akan selalu menjadi tembok kokoh dalam menghambat pengayaan kemampuan bahasa seseorang.

Bahasa Inggris tidak hanya sekedar Yes or No. Namun lebih luas dari pada itu. Koleksi bahasa yang lebih bervariasi akan sangat membantu seseorang dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan pergaulan. Kini bukan saatnya lagi menumpuk perhatian dan waktu yang lebih besar kepada "Apa kata orang". Fleksibel dan elastis, mungkin ini kata yang tepat untuk menggambarkan sikap yang diperlukan untuk dapat mengembangkan potensi diri, sehingga mampu terbang lebih tinggi.

It will be easy if we think easy. It will be difficult if we think it difficult too.
Let's start to step and leave the worst in your back.
Never shy to say everything what you think of.

Kamis, 06 September 2007

English in Sarolangun ; Yes or No

Dear my friend,

I think everybody can give us more explaination about our action. They are going to assess us and will make a complain if what we have done is impolite. Although we have gave the best, they always assess us same like their first assessment. So please, do not do wrong thing in our first step.

Butuh komitmen dan kemauan keras bagi pemerintah daerah untuk mencetak sumber daya manusia yang kompeten dan berkualifikasi tinggi, terutama pegawai yang dapat bersaing dalam kemajuan global sekarang. Dukungan dana yang kuat disertai dengan program dan sistem yang transparan serta fleksibel juga dibutuhkan agar pegawai pemerintah daerah (pemda) dapat memiliki akreditasi yang mumpuni dalam menyediakan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Namun demikian, faktor dari diri sendiri juga memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan dan pengembangan kompetensi pegawai pemda. Pada kenyataan kendala yang bersifat non teknis kadang-kadang menjadi pertimbangan utama bagi pegawai pemda dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan peningkatan pendidikan. Misalnya, faktor keluarga dan gender. Pegawai pemda terutama yang berjenis kelamin perempuan terkadang terkendala pada fungsi dan peranannya dalam keluarga dan pendidikan anak, sehingga seringkali melupakan peluang untuk dapat meningkatkan kemampuan dan kompetensinya. Kendala ini pada prinsipnya dapat dieliminir dengan memberi pengaturan yang seimbang dalam peran dan tugas antara suami dan isteri (bersambung)